Minggu, 31 Juli 2016
MENGAGUMI TANPA DICINTAI part 11
Minggu, 31 Juli 2016
by
Unknown
Keheningan
kamar yang tenang sangat sulit sekali di dapatkan seperti saat ini, apalagi
dalam satu kamar itu adalah teman sekelas sendiri, tapi kali ini berbeda, semua
terasa sepi dan tenang, aku berbaring diantara tilam-tilam yang disediakan
untuk tidur, aku berusaha memejamkan
mataku, berharap memimpikan dia yang ada di hati. Duuuuuuubrrrrraaaakk, suara
bantingan pintu yang keras merusak keheningan, membuat emosi timbul akibat
keget, aku melihat kearah puntu yang terbuka, terlihat seorang lelaki yang
tidak asing bagiku,
“jika
bukan kau, udah kupecahkan kepalamu” ternyata Gabriel, ia hanya tersenyum saja,
lalu masuk dengan perlahan-lahan seperti orang tidak bersalah
“maaf
bro, hanya sedikit kesal” ia menjawab begitu santainya, sedangkan aku sangat
kagetnya bukan main, ia beruntung hanya ada aku saja di dalam kamar ini, jika
saja ada lebih dari tiga orang saja, bisa-bisa habis lah dia, lalu ia duduk di
sebelahku dengan wajah yang terlihat agak kesal,
“ko
kenapa?” wajahnya semakin murung lalu berbaring di sebelah tempatku berbaring,
“aku sudah mengejarnya, tapi dia tidak pernah
ada respon” dengan nada kesal, seakan kemarahannya ingin keluar,
“emang
kekmanacaramu ngejarnya, tapi saling berbicarapun bahkan kau tidak pernah
kulihat” aku sudah bisa menebaknya, kali ini ia benar-benar termakan oleh
omongannya sendiri,
“nggalah bro, karna jika kita mengejar-ngejar mereka,
maka kitalah yang akan terluka, contohnya kan sudah ada?” matanya melirik
kearahku, seakan ia sedang menyindirku,
lalu akupun mengalihkan pandanganku seakan aku tak merasa,
“yaa, jika kau tidak memulai, kapan ia akan
mengerti, kapan ia akan tahu kalau kau menyukainya?” aku tersenyum-senyum,
seakan kepuasan hatiku terbalaskan,
”ternyata
sangat sulit rasanya jer, ditambah lagi saingan itu bukan hanya orang-orang
biasa tapi para ilmuan sekolah” ia seperti orang putus asa, sepertinya baru
kali ini cintanya tidak ia dapatkan,
“hahahaha….
Ilmuan sekolah?, siapa ilmuan sekolah?” aku jadi penasaran, siapakah yang ia
sebutkan sebagai ilmuan
“masa
ngga kenal sih ilmuan sekolah, yang otaknya sudah seperti ilmuan semua, masa
ngga tau kau?” wajahnya merengut, aku berpikir bebrapa detik,
“ohhhh,
apa dia juga salah satu sainganmu?” aku teringat seseorang, dia sering di sebut
dengan orang jenius karna kepintaranya, aku jadi tersenyum sambil berfikir
dalam hati,untung saja dia bukan sainganku dalam memperebutkan cinta Eca, jika
dia menjadi sainganku, maka habislah aku, aku yang tidak memiliki saingan
saja,susuahnya ngga ketulungan, apalagi ditambah dia menjadi saingan, matilah
aku
“iya,
makanya itu, ditambah lagi kalo dia sudah tahu bahwa aku suka padanya!”
wajahnya semakin terlihat putus asa, seperti seseorang yang hilang harapan,
raut wajahnya tidak pernah sejelek itu, karna yang ia tahu hanya tersenyum
saja, karna dengan senyumannyalah ia memikat hati seorang wanita
“wahh…
bagus dong kalo dia sudah tau?, kan bisa semakin dekat?” ya seharusnya
jika seorang wanita sudah tahu ia dicintai seorang lelaki yang tampan seperti
Gabriel, maka ia akan senang dan bahka sering sekali memberikan kode,
seharusnya sih
“diiihhh, bagus apanya, bahkan ketika
melihatku, yang tadinya ia tersenyum tiba-tiba wajahnya merengut jer, sepertinya
aku gagal kali ini , ditambah lagi sijenius jadi saingan, denger-denger sih
Anjali juga suka padanya”
yang dimaksud dengan jenius adalah Yoga, yoga
adalah anak terpintar di angkatan kami, atau bahkan dalam sekolah semenjak dia
duduk di kelas tiga, ia bahkan sering sekali mengikuti olimpiade ketingkat
nasional mulai dari kelas sepuluh, dan nilai yang paling rendah bagi dia adalah
simbilan puluh lima, jadi wajar saja adik kelas yang namanya Anjali itu suka
padanya, dan aku juga tidak mengira ternyata yoga juga suka padanya,
“tapi kau bilang, kalo masih anak sekolah kita
saingan, masih gampang?” ia terdiam sejenak, ia seperti kehilangan kata-kata
untuk menjawab
“ahhh…
ntahlah jer, mungkin seperti inilah yang kau rasakan terhadap Eca, rasa takut
kehilangan, ingin mengatakan cemburu, tapi tidak punya hak, tapi kita
benar-benar merasakan itu”
kini ia sudah mengerti apa yangkurasakan
selama ini, dan itu tidak mudah, harus menahan rasa cemburu, bahkan menahan
semua keinginan untuk diungkapkan.
”ya….
beberapa orang mungkin menganggapku gila, iya..
aku memang sudah gila, dan aku memang benar-benar gila, karna aku sudah
tergila-gila padanya, tapi apa yang harus kuperbuat? Aku hanya bisa terdiam
menyaksikan senyumannya, canda tawanya, kemarahanya, dan bahkan menyaksikan
kisah cintanya dengan kekasihnya, jika ditanya itu sakit atau tidak?, ya jelas
sakit, dan jika ditanya mengapa masih bertahan?, nah itu dia yang disebut
kegilaan, tapi itu bukan masalah bagiku, aku tidak pernah menanyakan sampai
kapan ya aku harus menunggunya?, tapi aku selalu menanyakan, kapan ya
waktunya?, karna aku tidak terlalu berharap jadi pacarnya, karna aku ingin ia
akan menjadi teman hidupku selamanya”
ia sedikit tersenyum, lalu menarik nafas dalam-dalam
“yahhh kau memang benar, tapi aku tidak mau segila itu, masih banyak yang harus
kukejar”
aku membalas senyumannya,lalu berkata
“ternyata, playboy itu berasal dari lelaki yang gampangan ya” ia tiba-tiba
menatapku, dengan wajah yang ketat dan serius, dengan sedikit membentak “apa
maksudmu?”
aku kembali tersenyum, “ada banyak lelaki
gampangan di dunia ini, ia gampang sekali pndah kelain hati, dia menginginkan
setiap wanita itu menjadi kekasihnya, jika ia tampan, ia akan menjadi playboy,
dan jika ia tidak di terima maka ia akan disebut sebagai lelaki gampangan atau
murahan, kau beruntung memiliki wajah tampan, jadi kau pantas di sebut playboy”
wajah ketatnya berubah, ia memejamkan matanya
sejenak, lalu berkata “kau tahu, latar belakang yang berbeda akan mempengaruhi
caramu memperlakukan wanita, sebelum aku menceritakan latar belakangku, aku
ingin bertanya padamu, mengapa kau sangat membela wanita?” aku berfikir dalam
hati, jika aku menceritakan ini, maka aku akan mengungkit masalah dalam
keluargaku, mungkin aku bisa saja menceritakan bagaimana latar belakang
keluargaku, maka aku tidak boleh mengatakannya, tapi jika aku tidak
mengatakannya, tidak akan mengerti,ahhh aku jadi bingung, apa yang harus aku
katakan padanya?,
“hoy…..
apa kau mendengarku?” desakannya semakin membuat gelisah, tapi ya sudahlah
“baiklah-baiklah, dulu aku memiliki tetangga sekaligus adalah teman akrabku
semasa kecil, ia juga anak tunggal sepertiku, hampir setiap malam anak ini
menangis, suatu hari ia bercerita padaku tentang keluarganya,ayahnya memukul
ibunya, bahkan ia sangat membenci ayahnya, dan ia sering bertanya, mengapa
dulunya ibunya mau menikah dengan ayahnya, ia menyaksikan sendiri ayahnya
menyiksa ibunya, ia bahkan tidak bisa apa-apa selain menangis, dan ia bilang jika ia sudah besar nanti, ia
tidak akan pernah menyakiti wanita, walaupun ia disakiti wanita itu sendiri,
nah dari situlah aku sangat membela wanita”
aku
tidak ingin langsung mengatakannya bahwa itu adalah cerita hidupku, karna aku
tidak ingin dikasihani, kejadian-kejadian itu terus saja membayang-bayang
dikepalaku bahkan itu tidak akan bisa
hilang, bahkan sampai sekarang kejadian itu masih terjadi, namun tidak sesering
dahulu, aku sangat membenci ayahku, mengapa ia melakukan hal yang seperti itu,
tapi aku rasa, Gabriel memang benar, semua tergantung latar belakangnya
“kau
benar…. Seharusnya seperti itu, tapi jika kesabaran ini telah habis, yang ada
hanya sakit hati, dan rasa dendam, dan pertanyaan, mengapa wanita bisa sejahat
ini kepadaku?, padahal aku sudah melakukan semuanya untuknya, bahkan dari hati
kecilmu pertanyaan itu akan muncul, akan tetapi latar belakangmu yang
mempengaruhimu sangat kuat, sehingga kau sudah terbisa dengan pertanyaan itu
dan mudah saja bagimu mengabaikannya, tapi kebanyakan lelaki, akan membalaskan
rasa sakit hatinya pada wanita yang lain, hal inilah yang menyebabkan lelaki
playboy, bukan murahan atau gampangan,karna bukan didasari rasa cinta lagi,
melaikan ingin membalas dendam dan nafsu”
“apa kau juga memiliki rasa dendam terhadap
wanita?”
aku
bertanya dengan nada suara pelan, “tidak…. Aku tidak memilki rasa dendam, hanya
saja, banyak wanita yang jatuh cinta padaku, aku merasa kasihan pada mereka, ya
dari pada mereka patahati, kan mendingan aku terima aja” wajahku yang tadinya
sangat serius mendengar perkataanya berubah tiba-tiba, kami jadi tertawa bersama,
seakan masalah hilang dalam sekejap saja.
Sungguh
sama sekali tidak terasa waktu berjalan begitu cepatnya, hanya tinggal hitungan
minggu lagi, orang yang sangat aku rindukan akan datang, Eca aku sudah sangat merindukan,
walaupun kau sama sekali tidak pernah merasakan apa yang sedang aku rasakan
ini, aku terus saja terbayang, tiba-tiba…rrrrrrrrrrrrttt rrrrrrrrrrrrrrrttt
getaran handpone terasa di kantung sakuku, ah ternyata winda, “telpon aku, aku
mau ngomong penting” tanpa basa-basi aku langsung menelponnya,
“halo
win, mau ngomong apa?”
aku
jarang sekali memikirkanya, hanya saja aku merasa dalam beberapa bulan kami
jalani hubungan ini, aku mulai bisa membuka hatiku walalu hanya sedikit,
setidaknya sedikit sudah bisa dan aku akan terus berusaha untuk menyayanginya,
karna setiap dua minggu sekali ia selalu menyempatkan diri untuk mengabariku
tentang keadaannya melalui facebook, dan setiap bulan kami berbicara, aku
merasa cepat atau lambat aku akan benar-benar menyayanginya
“gimana
ya ngomongnya, sebetulnya aku terus memikirkanmu” aku sama sekali tidak
mengerti apa maksudnya, aku tidak mengerti apa tujuannya
“maksudnya
apa?” ini sungguh membingungkan bagiku
“iya…
dua hari yang lalu aku dipanggil ke bagian Bimbingan Konseling, mereka bilang
cara belajarku menurun derastis, dan nilaiku jauh dari harapan” ahhh ternyata,
aku menarik nafasku dalam-dalam, aku tidak tahu apa yang kurasakan, aku harus
merasakan kesedihan atau harus merasa sedih dengan keadaan ini, namun dari
dahulu aku sudah menyadari dia tidak akan bisa bertahan lama menjalani ini, tapi
hati ini juga tidak bisa menerima, mengapa secepat ini, bagaimana aku bisa
menjalani hari-hariku jika aku terus mengharapkan Eca?
“jadi??”
“jadi
aku ingin kita berahir sampai disini, bukan karna ada yang lain, bukan karna
aku tidak menyayangimu, jujur aku masih sangat menyayangimu, tapi aku harus
bisa melanjutkan hidudku, mengejar cita-citaku, aku harap kamu bisa mengerti
maksudku”
aku tersenyum pahit, tapi ya sudahlah, mungkin
ini jalan yang terbaik, dahulu juga ini keinginanya, dia ingin jadian, ya udah
jalani, dia ingin berahir?, ya sudah berahir, ingin marah rasanya, tapi pada
siapa?, tohh juga kesalahanku sendiri, tapi aku kan sudah mulai membuka
hatiku?, mungkin karna itu tuhan tidak mengizinkan, jangan sampai aku
benar-benar menyayanginya, jadi ini memang mungkin sudah jalan darinya
“halo
jer…. Apa jeris marah?” aku terlalu banya menghayal
“owh….
Ngga kok win… ngga ada gunanya juga marah-marah, aku hanya berharap, tujuanmu
mengakhiri ini semua memangkarna ingin mengejar cita-citamu, jadi semoga sukses
ya, ya udah aku lagi sibuk nih, aku matikan yaaa, bye…” aku langsung menutup
handponku, aku hanya berharap dia tidak pernah menghubungiku lagi, aku tidak
tahu harus kecewa pada siapa, aku harus kecewa pada diriku sendiri atau dia,
tapi mungkin ini jalan untukku, agar tidak mencari pelarian lagi, aku akan
tetap bertahan menunggunya.
Sebentar
lagi, sedikit lagi, aku akan melihatmu, seruku dalam hati, sambil berlari
kearah sebuah kelas tempat kami berkumpul untuk kegiatan ibadah, aku tidak
sabar ingin melihat wajahnya, aku sudah sangat merindukannya, saat ketika
memasuki ruangan tersebut, mataku mengarah keseluruh sudut ruangan diantara
orang-orang yang banyak didalamnya, nafasku tergesa-gesa akibat berlari, tapi
aku sama sekali tidak melihatnya,
“cari
siapa jer?” tanya Gabriel dengan nada sedikit mngejek, ia sebenarnya sudah tau
siapa yang aku cari,
“ngga
ada” aku tersenyum pahit sambil menenangkan nafasku yang masih ngos-ngosan,
”hahahah
dia belum datang, tungga aja sebentar lagi, sambil menunggu mending kau duduk
dulu” sambil menuju kearahnya, aku menatap kesana kemari seakan kedatangan adik
kelas yang baru namun wajahnya tidak familiar lagi bagiku, ketika hampir sampai
di hadapannya
“jer….orang
yang kau tunggu-tunggu tuh” mata Gabriel mengarah ke pintu ruangan, sambil
tersenyum-senyum, aku bergegas duduk di sebelah Gabriel, mataku langsung menuju
kearah seseorang baru datang itu, jantung berdegup kencang, ya tuhan ia semakin
cantik saja, fikirku dengan rasa penuh kagum, namun wajahnya agak sedikit
cemberut,
“udah
jangan dilihat teruslah jer” aku hanya tersenyum saja dan tidak menghiraukan
perkataan Gabriel.
selesai
Ibadah aku duduk sendiri di sebuah tempat duduk yang sangat tepat untuk
memandang Eca, “kak…. Boleh aku duduk disitu” pandanganku beralih keasal suara
tersebut, aku tersenyum,sambil menjawab
“silahkan”
dia adalah adik kelasku yang satu kelas dengan
Eca, dia adalah Ika, “gimana Pkl mu dek, lancarkah?” sambil memandang Eca ,
“ya
lancar kak, malah kalo bisa kurang lama pun” aku tersenyum
“enak
aja, ini aja udah terlalu lama menurutku”
ia tertawa
”hahahaha,
pasti rindu Eca ya?, tapi kakak udah punya pacar?, kenapa masih ngejar-ngejar
Eca?” aku sedikit kaget, darimana ia tahu,
“ya…. buat selingkuhan dek…hahahaha” kami
sama-sama tertawa
“hahaha, serius kak?”
“nggalah
dek, kakak ngga ada pacar, kakak tetap nunggu Eca kok” sepertinya Eca
menyadari, bahwa aku memandanginya, akhirnya ia pun pergi, aku hanya tersenyum
pahit
“ahhh
kakak bohong” sepertinya tidak ada salahnya aku bercerita sedikit dengannya,
fikirku
“iya
dek, tapi kakak udah putus sekitar dua minggu yang lalu” harusnya aku tidak
perlu mengingat hal ini lagi, tapi yasudahlah fikirku
“waaaaaw,
kok bisa sama-sama putus ya kak” aku melihat kearahnya,
“sama
gimana maksudmu dek, apa kau juga baru putus dari pacarmu?” tanyaku sambil
tersenyum,
“iya kak hahahhah” ia juga tertawa
“jangan-jangan kita jodoh?” tanyaku sambil
tersenyum
“iya
ya kak, jangan kita jodoh kak” kami kembali tertawa bersama,
“ada-ada
aja kakak inilah, tapi ada lagi satu orang yang baru putus lho kak” ia
tersenyum-senyum sendiri, membuatku jadi penasaran
“kenapa
senyum-senyum, emang siapa yang baru putus lagi?” ia menggelengkan kepalanya
sambil masih tersenyum-senyum
“jangan
buat aku semakin penasaran dek” ia tersenyum saja terus
“haahahahah
orang yang kakak tunggu-tunggulah kak” aku benar-benar kaget dibuatnya,
“benarkah?,
kok bisa?” gumamku, karna sangat membuatku kaget
“iya kak, waktu itu dia cerita sama saya,
putusnya waktu dia pulang ke kampung, katanya kakak itu ng-sms dia, katanya
‘apa
adek masih betah sama kakak?’
ya
di jawab Eca ‘masih kak’ lalu di balas kakak itu lagi
‘tapi kakak ngga lagi dek’ gitu katanya”aku
tersenyum sejenak, lalu bergumam dalam hati wah orang ganteng sih gampang aja
mutusin cewek cantik, sambil masih tersenyum
“kak??
Hoyy kak??” teriakannya sedikit lebih keras membuat ku kaget
“apa sih, pelan dikit dong, pecah gendang
telingaku” gumamku kesal
“habisnya kakak senyum-senyum sendiri ngga
jelas, hayo ada apa?” aku tersenyum malu,
“ng…ngga,ngga
ada kok, hehehehe” sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal
“yaudah kak, Ika tau kok kalo kakak pasti
senang, kalo gitu Ika balik ke kamar dulu ya kak, udah ngantuk nih” aku
tersenyum malu kembali, lalu mengagukkan kepalaku, lalu ia pergi.
Suasana
di pagi ini terasa sangat bersemangat untuk pergi kesekolah. Saat akan memasuki
kelas, aku tidak bisa menahan senyuman kebahagiaanku, bahkan teman-teman satu
kelas denganku merasa heran dengan ku, mereka merasa aneh dengan tingkahku
“woy
jer… sini aku ada berita baik untukmu” Gabriel yang sedang duduk di sebelah
bangkuku memanggilku yang masih di depan pintu,
“berita
apa?” tanyaku cuek saja, sambil menaruh tasku di atas meja belajar, lalu duduk
“bayar goceng dulu, karna ini sangat penting”
“haaaaa??, apaa?” aku benar-benar kaget
dibatnya
“ya bayar goceng dulu, kau ngga mau? Ini
benar-benar berita penting lho?” serunya sambil tersenyum seakan memperlihatkan
ia akan memenangkan taruhan yang besar
“aku
tidak peduli dengan berita pentingmu, bahkan jika gratispun, aku ngga akan mau
mendengarnya” jawabku seakan tidak peduli, padahal aku jadi penasaran
“yakin,
nanti nyesal kau?” akupun dibuatnya semakin penasaran
“ahh…..
sama temen sendiripun harus bayar-bayar, parah betul kau!” seruku dengan rasa
kesal,
“oke
gratispun jadinya”
aku
menyengir penuh kemenangan “jadi apa beritanya?” kali ini ia tersenyum
mencurigakan
“ngga
jadilah, tapi tadi bukankah kau bilang gratis pun ngga mau kau mendengarnya?”
dia membuatku semakin kesal,
“oke
terserah kau saja, ntar kau juga yang menyesal tidak memberi tahukannya padaku”
seruku dengan nada dongkol
“oke,oke
aku bagi tau, senang kali bisa buat kau marah di pagi ini, padahal tadi
senyum-senyum kau datang dari asrama hahahahaha”
aku hanya terdiam saja, tapi Gabriel terus
saja menyengir “ya terserah kau lah,
pokoknya awas beritanya kalo ngga penting ya” ancamku padanya, akibat terlalu kesal
“iya iya…. Tadi aku dapat berita kalo Eca udah
ngejomblo” aku hanya terdiam, sambil menahan kekesalanku
“gimana
berita pentingku? Patenkan?” paten opung mu, oceh ku dalam hati “oohhhh paten
kalipun bro… makasiiii ya” jawabku dengan penuh rasa sabar,
“lho… kau ngga senang?,bukannya itu berita
paten untukmu?”
”iya
paten kali, tapi udah basi bro” jawabku ketus
saja, lalu ingin beranjak keluar kelas karna beberapa menit lagi bel
apel pagi berbunyi
“wah…. Ternyata kau sudah tahu ya,ehhh… mau
kemana kau, aku juga mau memberi tahumu, berita buruknnya”
teriaknya sedikit keras membuat langkahku
terhenti lalu menoleh kearahnya
“apa
lagi?” tanyaku dengan nada memalas
“aku
akan menjadi sainganmu” jawabnya dengan nada mengancam
“apa
kau bilang?, kau ngajak berantem ya?” tanyaku dengan nada bercanda dan
tersenyum
“hahahaha…
ku kira kau akan takut, sepertinya tidak ya, lagian kalo aku mau, kau akan
langsung kalah bro”
ia
berdiri kearahku dan merangkul bahuku “lagian aku belum mendapatkan cinta dari Anjali,
masa orang setampan aku ngga bisa mendapatkan gadis secantik dia”
“ahh
banyak kali cerita kau, sok berani kau, bahkan berbicara saja pun denganya
bisa-bisa kencing celana kau” ia lalu tersenyum
“ahh
macem engga aja kau bro” kami sama sama tertawa lalu pergi kelapangan untuk
melaksanakan apel di pagi yang cerah dan sangat menggembirakan.
Setelah
mengetahui hal itu, aku mengira aku akan lebih bisa mendekati Eca, namun
perkiraanku salah, bahkan aku merasa ia semakin jauh dariku, setiap kali
bertemu denganku, seperti biasanya, ia akan selalu mengelak, seperti yang baru
saja terjadi, saat kami perpapasan ia hendak kekantin, dan kami hendak pergi
dari kantin, namun ia langsung salah tingkah dan berbali lalu berlari, aku dan
Gabriel hanya menatapnya heran, lalu aku langsung bertanya pada Gabriel
“gab…
apa wajahku sangat jelek ya?” tanyaku pada Gabriel membuat ia cekikikan
“ia
sangat jelek sekali” jawabnya ketus
“owh…
pantes aja, harusnya dulu sadar diri kalo suka sama cewek, apalagi secantik
Eca” sambil duduk di tempat kami biasanya,
“lah… emang orang jelek salah ya suka sama
orang cantik?” tanyanya dengan sedikit protes
“ya
salahlah, udah tau jelek, masih aja suka sama cewek yang cantik, ya mana
mungkin dapat” jawabku dengan sedikit emosi
“siapa
bilang?, tuh artis-artis banyak yang jelek, tapi istrinya, cantik betul”
“lah
itukan karna banyak uang, itu mah bukan cinta, tapi gila harta, gimana kalo dia
bangkrut?, masih adakah istrinya yang setia menemaninya, dan kebanyakan mereka
menikah lagi?, aku rasa itu tidak ada”
Gabriel terdiam sejenak, “ya, yang penting
tadikan pokoknya orang jelek itu laku, walaupun pake kuota” jawabanya yang
sudah kehabisan akal
“tetap aja, ngga tulus gab” aku hanya
tersenyum pahit,
“iya juga bro, ya sudahlah, bersabar ajalah,
mungkin suatu saat nanti, dia akan menyadari perasaanmu, ayo balik, katanya
tadi mau nyuci” dia berdiri, lalu nerarik tanganku
“brangkat”
jawabku sambil tersenyum.
Malam
ini sama sekali tidak menyenangkan bagiku, tugas-tugas yang menumpuk, dan harus
di kerjakan malamini karna besok sudah harus dikumpulkan, mau tidak mau malam
ini harus begadang,
“makanya
dari kemaren-kemaren itu dikerjakan, jadi kan ngga numpuk kayak gitu” cetus
Gabriel yang dari tadi sedang menonton film melalui laptop, aku sama sekali
tidak menanggapi ocehannya
“lihat
aku, sekarang tinggal nyantai-nyantai ajakan, karna dari kemaren-kemaren sudah
aku kerjakan” ocehnya lagi yang sengaja mengundang emosi
“iya
iya, udah nonton aja kau, aku lagi sibuk lho” cetusku kesal dengan ocehannya
“ohh iya, tadi ada lho yang nyari kau” aku hanya terdiam sambil terus saja
mengerjakan tugas
“aku serius lho, tadi Eca nyarik kau” aku
langsung menghentikan tugasku,
“serius?
Yang betul?, apa saja yang kalian bicarakan?,” tanyaku sangkin sangat
bersemangatnya, ia langsung tertawa terbahak-bahak “hahahahaha, kalo tentang
Eca, sepertinya kau rela tidak mengerjakan tugasmu ya”
“serius
lah gab, apa dia mencariku?” tanyaku mulai mengerjakan tugasku kembali
“menurutmu, mungkinkah Eca mencarimu?” aku hanya terdiam, mana mungkin dia
mencariku,
“hahahaha, bukan Eca, tapi Ronald nyari kau
tadi, katanya ada hal penting yang ingin ia bicarakan denganmu” benerkan, mana
mungkin Eca mencariku, aku samasekali tidak konsentrasi belajar, memikirkannya,
harusnya jika sedang belajar, nama Eca tidak perlu di sebut, karna hanya akan
menggangu konsentrasi belajar, karna bayangan wajahnya akan terus muncul di
kepala,
“jeris....”
panggilan datang dari arah pintu kamar yang
tertutup, “nah… baru saja di bicarakan, orangnya udah muncul tuh” kata Gabriel
tenang, dan mengabaikan ketukan pintu dan terus saja menonton, “iya…. Tapi
ngapain kau masih disitu, bukalah pintunya” sambil masih terdengar suara
ketukan pintu
“yang
di panggil siapa?” cetusnya masih asik nonton dan masih masih mengabaikan
ketukan pintu yang semaikin keras
“jangan
sampe ku matikan laptopmu itu ya” ancamku dengan kekesalan “iya iya, biasanya
siapa yang di panggil harusnya itu yang ngebukakan pintunya” protesnya sambil
membukakan pintu,
“mana jeris gab?” tanya Ronald langsung pada
Gabriel yang baru saja membukakan pintu, “ngga ada dikamar, lagi pergi keluar,
katanya mau nembak Eca” jawabnya dengan nada sedikit serius bego
“serius
kau?, mana mungkin dia berani” jawabnya dengan nada tidak yakin,
“apa carik nal?”
tanyaku langsung pada Ronald sebelum percakapan
mereka menjadi panjang lebar dan semakin bodoh, sambil tertawa lebar Gabriel
kembali ketempatnya dan melanjutkan filmnya
“sininya
kau jer, kukira kau memang nembak Eca” tandasnya dengan nada menyindir
“udah
ngga usah dibahas, aku lagi sibuk ini, apa yang mau kau bicarakan, lagi banyak
kali tugasku ini” ocehku dengan menahan kekesalan yang sudah meluap-luap yang
sudah dari tadi di pancing Gabriel
“ya
udah besok ajalah, kalo banyak tugas kau” jawabnya lagi sambil duduk santai dan
ikut menonton bersama Gabriel
“sekarang
aja, besok udah malas aku” sambil menutup buku dan menyusunnya kedalam tas,
“sudah
siap?”tanya Gabriel tanpa melihat kearahku
“belum,
bosan aku, besok pagi lagilah”jawabku dengan nada malas
“jadi
apa yang mau kau bilang nal?” tanyaku lagi yang sudah mulai mengantuk
“jadi
gini jer, beberapa minggu lagikan ada libur selama dua hari, kau ngga pulang?”
tanyanya seperti ada maksud tertentu
“ngga,
malas aku pulang nal, emang kenapa?” tanyaku, lalu ikut-ikutan melihat film apa
yang mereka tonton
“aku
mau ngajak kau naik gunung” mendengar hal itu membuatku semakin malas untuk pulang,
karna sudah bosan di tambah lagi capek naik gunung
“ngga ah nal, lebih baik aku tidur di kamar
ini” aku kembali ketempat tidurku dan berbaring karna samasekali tidak tertarik
melihat film yang mereka tonton,
“katanya
Eca juga akan ikut lho” aku segera bangun dan melompat dari tempat tidurku,
mereka berdua terbahak bahak,
“betulkan apa kataku?” tanya Gabriel sambil
masih terbahak-bahak
“kayaknya kalo Eca ikut, kau maukan menemani
kami naik gunung?” tanya Ronald yang juga masih terbahak-bahak aku hanya
terdiam dan kembali berbaring
“okelah
kalo itu syaratnya nanti ku ajak juga Eca, ya sudah aku balik kekamarku dulu
ya” ia keluar dan masih cekikikan karna kejadian barusan, aku hanya diam saja,
“Eca…
ohhh Ecaaa, mengapa temanku ini sangat jatuh cinta padamu, belajarnya tidak
konsentrasi, makan pun tak enak, tidur pun tak nyenyak, oh ecaaaa” oceh Gabriel
seperti sedang bernyanyi, yang mengubah
kekesalanku menjadi tawa kecil.
Pagi
ini aku benar-benar sibuk dengan tugas
yang tadi malam tertunda karna sudah mengantuk, aku sama sekali tidak
menyangkan masih sebanyak ini, bahkan setengahnyapun belum, mau tidak mau harus
kukerjakan dan harus selesai dalam satu setengah jam,
“weh bro…. udah jam berapa?”aku sangat kaget
sekali di buatnya, dengan suara sedikit meninggi tapi ya sudah lah, jika
marah-marah yang ada tugasnya akan lebih lama selesainya fikirku, aku tidak
melihat kearang orang tersebut, tapi aku tahu itu suara Gabriel
“baru jam 4” jawabku cuek, dan terus saja
mengerjakan pekerjaanku
“oh”
ia kembali berbaring,
“weh bro ngerjakan tugas ya?” aku kaget
kembali dibuatnya, karna suaranya sudah di kategorikan berteriak, aku sangat
kesal sekali, tapi aku menahan kekesalanku karna tugas ini
“ya”
jawabku singkat,”ohh iya… tugasku juga belum selesai” ia tiba-tiba melompat dari tempat tidurnya,
namun kaikinya tersandung di tiang tempat tidur sehingga terjatuh
“aduh…”
teriaknya, aku hanya terdiam saja dan terus saja melanjutkan tugasku
“parah
kali ko, ngga ko tolong aku?” protesnya, namun aku hanya terdiam saja dan
pura-pura tidak mendengarnya
“coba
aja kalo Eca tadi, pasti langsung ko tolongin kan?” tanyanya lagi sambil
tertatih-tatih berjalan untuk menggambil buku pelajarannya
“iyalah”
jawabku singkat namun tidak memperdulikannya
“ohh
kapan kau ya?” ia tiba-tiba mengancam
“lho?
Kau kenapa? Diapai pun kau ngga ada, ngancam-ngancam pula kau” protesku padanya
“karna
ngga ada ko apa-apai aku makanya aku marah, coba tadi kalo ko tolong aku, kan
ngga marah aku samamu” sepertinya ia sangat kesal padaku
“kalo
tadi patah baru aku tolongin” cetusku lagi dan menghiraukan kekesalanya padaku
“haaa
kalo udah patah, aku pun ngga mau kau tolong” jawabnya lagi yang semakin
jengkel padaku
“siapa
juga yang mau nolong kau?, yang aku tolong itu tempat tidurnya yang kasian,
ngga ada salah apa-apa, eh malah kena tendang” candaku lagi, agar mengundang
kemarahannya
“pokoknya
kau lihat aja ya, akan ku balas kau” aku sama sekali tidak memperdulikannya
lagi. “Akhirnya selesai juga” nada pamernya muncul setelah selesai mengerjakan
tugasnya, namun aku tetap diam saja
“wah…
kayaknya tugasmu ngga akan siap, soalnya udah jam setengah enam tuh” sambil
cengengesan ia mendekatiku
“wah ternyata sudah soal terahirnya” ocehnya
lagi, “we bro… ko kenal Taro anak kelas sepuluh?” tanyanya sambil menjitak
kepalaku
“kenallah…
tapi ngga pake jitak juga” protesku kesal, dan sambil menutup buku dan
memasukkanya kedalam tasku
“kakaknya
bro, cekep banget”
“oh, urusannya samaku?” tanyaku sambil mengambil pakaian sekolah dari
koper dan hendak menggosoknya ulang
“pelarian
dari Anjali bagus juga tuh, gimana menurutmu?” tanyanya lagi,
“ya terserahmu, emang dia mau samamu?” tanyaku
lagi sambil menggelar sarung untuk alas menggosok
“Eca aja bisa ku jadikan sekarang” tandasnya,
sontak aku langsung mengambil gosokan dan mengarahkannya kewajahnya “mau ku
gosok mukamu?, lagian ngga ada hubungannya sama Eca” tandasku kesal
“wes
bro… turunkanlah gosokanmu, kau terlalu sepele sih, ko tengok aja nanti, dalam
dua sampe tiga minggu ini kami udah jadian” dengan serius ia menatapku
“jadian
dengan siapa?” tanyaku lagi penasaran dicampur dengan kekesalan
“ya
dengan kakaknya Taro itu dong, ko kira sama Eca?, kalo sainganku Cuma kau sih,
aku malas, kasian rasanya” tandasnya lagi dengan penuh kesombongan, aku hanya
terdiam sambil melajukan menggosok pakaianku.
Tags:
cerpen
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 Responses to “ MENGAGUMI TANPA DICINTAI part 11 ”
Posting Komentar